Langsung ke konten utama

Peneliti Galaxy Research Ungkap Alasan Bitcoin Dinilai Belum Benar-Benar Tembus US$100.000

Peneliti Galaxy Research Ungkap Alasan Bitcoin Dinilai Belum Benar-Benar Tembus US$100.000


Level harga US$100.000 selama ini dianggap sebagai tonggak psikologis penting bagi Bitcoin (BTC). Angka tersebut kerap menjadi simbol keberhasilan adopsi dan kekuatan jangka panjang aset kripto terbesar di dunia. Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Kepala Riset Galaxy Research, Alex Thorn, yang menilai bahwa Bitcoin sebenarnya belum pernah benar-benar melampaui level US$100.000 jika dihitung dengan pendekatan tertentu.

Pendapat ini menyoroti aspek yang kerap luput dari perhatian banyak pelaku pasar, yakni penyesuaian harga terhadap inflasi. Dengan menggunakan sudut pandang tersebut, pencapaian harga Bitcoin dinilai perlu dilihat kembali dalam konteks daya beli dolar AS yang terus berubah dari waktu ke waktu.

Harga Bitcoin dan Penyesuaian Inflasi

Melalui unggahan di akun X pribadinya, Alex Thorn menjelaskan bahwa harga Bitcoin sebaiknya tidak hanya dilihat berdasarkan angka nominal. Menurutnya, jika harga BTC disesuaikan dengan inflasi dan dihitung menggunakan nilai dolar tahun 2020, maka Bitcoin sejatinya belum pernah benar-benar melewati ambang US$100.000.

“Jika harga Bitcoin disesuaikan dengan inflasi menggunakan nilai dolar tahun 2020, Bitcoin tidak pernah melampaui US$100.000. Puncaknya justru berada di sekitar US$99.848 dalam denominasi dolar tahun 2020,” ungkap Thorn.

Pernyataan tersebut memberikan perspektif baru terhadap narasi all-time high Bitcoin yang selama ini ramai diperbincangkan. Meski secara nominal BTC terlihat menembus enam digit, daya beli dolar yang digunakan sebagai acuan telah mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Dampak Inflasi terhadap Nilai Dolar

Inflasi menjadi faktor utama dalam analisis yang disampaikan Galaxy Research. Sejak tahun 2020, Consumer Price Index (CPI) di Amerika Serikat menunjukkan tren kenaikan yang konsisten. Kenaikan CPI mencerminkan menurunnya daya beli uang, di mana jumlah dolar yang sama tidak lagi mampu membeli barang dan jasa dalam jumlah yang sama seperti beberapa tahun sebelumnya.

Alex Thorn menilai bahwa penurunan daya beli ini berlangsung secara bertahap di setiap rilis data inflasi tahunan. Secara kumulatif, nilai dolar AS diperkirakan telah menyusut sekitar 20% sejak tahun 2020. Dengan kondisi tersebut, harga aset apa pun, termasuk Bitcoin, perlu dianalisis dalam konteks riil, bukan hanya angka nominal.

Tanpa penyesuaian inflasi, kenaikan harga aset berisiko memberikan gambaran yang terlalu optimistis, padahal sebagian kenaikan tersebut hanyalah refleksi dari melemahnya nilai mata uang fiat.

Mengapa Angka Psikologis US$100.000 Penting?

Dalam pasar kripto, angka bulat seperti US$50.000, US$75.000, dan US$100.000 sering dianggap sebagai level psikologis. Level ini kerap menjadi area resistensi atau support kuat karena memengaruhi perilaku investor dan trader.

US$100.000 secara khusus dipandang sebagai simbol kedewasaan Bitcoin sebagai aset global. Oleh karena itu, klaim bahwa Bitcoin belum benar-benar menembus level tersebut dalam nilai riil menjadi topik diskusi yang cukup signifikan di kalangan analis.

Meski demikian, pandangan Thorn tidak serta-merta menafikan kinerja Bitcoin secara keseluruhan. Ia lebih menekankan pentingnya cara membaca data harga agar tidak terjebak pada ilusi nominal.

Pelemahan Dolar AS Turut Berperan

Selain inflasi, faktor lain yang disoroti dalam analisis ini adalah pergerakan Indeks Mata Uang Dolar AS (DXY). Sepanjang tahun 2025, DXY tercatat mengalami pelemahan cukup signifikan.

Data menunjukkan bahwa DXY turun sekitar 11% sepanjang tahun 2025, dengan level berada di kisaran 97,8. Bahkan, indeks ini sempat menyentuh titik terendah di sekitar 96,3 pada bulan September. Pelemahan dolar AS biasanya berdampak positif terhadap aset berisiko, termasuk Bitcoin, karena harga aset tersebut cenderung naik dalam denominasi dolar.

Namun, kenaikan harga akibat pelemahan mata uang tidak selalu mencerminkan peningkatan nilai riil. Inilah alasan mengapa penyesuaian terhadap inflasi dan nilai tukar menjadi penting dalam menilai performa jangka panjang Bitcoin.

Perspektif Investor dan Analis Pasar

Pandangan Alex Thorn mencerminkan pendekatan yang lebih konservatif dan berbasis data makroekonomi. Bagi sebagian investor, analisis ini dapat menjadi pengingat bahwa harga nominal bukan satu-satunya indikator keberhasilan.

Di sisi lain, banyak pelaku pasar tetap menilai bahwa pencapaian harga enam digit, terlepas dari inflasi, memiliki dampak psikologis dan simbolis yang besar. Narasi tersebut berperan dalam meningkatkan minat institusional, adopsi ritel, serta legitimasi Bitcoin di mata publik global.

Dengan demikian, perdebatan mengenai apakah Bitcoin sudah menembus US$100.000 atau belum sangat bergantung pada sudut pandang yang digunakan.

Implikasi bagi Pasar Kripto

Analisis berbasis inflasi seperti ini dapat memengaruhi cara investor membaca data harga ke depan. Jika pendekatan ini semakin banyak digunakan, maka diskusi seputar all-time high Bitcoin kemungkinan akan lebih sering melibatkan konteks nilai riil, bukan sekadar angka di grafik.

Bagi trader jangka pendek, faktor psikologis tetap memainkan peran besar. Namun bagi investor jangka panjang, memahami pengaruh inflasi, kebijakan moneter, dan nilai dolar dapat membantu membentuk ekspektasi yang lebih realistis.

Kesimpulan

Penilaian Galaxy Research melalui Alex Thorn memberikan sudut pandang alternatif terhadap pencapaian harga Bitcoin. Dengan menyesuaikan harga BTC terhadap inflasi dan menggunakan nilai dolar tahun 2020, Bitcoin dinilai belum benar-benar menembus level psikologis US$100.000, melainkan mencapai puncak di bawah angka tersebut.

Faktor penurunan daya beli dolar, kenaikan CPI, serta pelemahan Indeks Dolar AS menjadi elemen penting dalam analisis ini. Meski demikian, perdebatan mengenai pencapaian harga Bitcoin tetap terbuka dan sangat bergantung pada metode pengukuran yang digunakan.

Bagi pelaku pasar kripto di Indonesia, perspektif ini dapat menjadi bahan pertimbangan tambahan dalam memahami dinamika harga Bitcoin secara lebih menyeluruh.

Disclaimer: Not Financial Advice (NFA). Do Your Own Research (DYOR).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bitcoin Berpotensi Likuidasi Rp66 Triliun Posisi Short Jika Tembus US$93.000

Bitcoin Berpotensi Likuidasi Rp66 Triliun Posisi Short Jika Tembus US$93.000 Pergerakan harga Bitcoin (BTC) kembali menjadi sorotan utama pelaku pasar kripto global. Setelah mengalami volatilitas tinggi dalam beberapa waktu terakhir, perhatian investor kini tertuju pada satu level krusial, yaitu US$93.000 . Menurut data dari Bitcoin Exchange Liquidation Map , apabila Bitcoin kembali menyentuh harga tersebut, pasar berpotensi menyaksikan likuidasi besar-besaran posisi short dengan nilai mencapai US$4 miliar atau setara Rp66 triliun . Level harga ini dinilai sangat sensitif karena menjadi titik kumpul leverage tinggi, khususnya dari trader yang mengambil posisi short dan bertaruh bahwa harga Bitcoin akan terus melemah. Ketika harga justru bergerak naik dan menembus area kritis, risiko likuidasi meningkat secara signifikan. Apa Itu Likuidasi dan Mengapa Penting? Dalam perdagangan derivatif kripto, likuidasi terjadi ketika posisi trader ditutup secara otomatis oleh sistem exchan...

Kisah Inspiratif: Wanita Asal Brasil Menabung Bitcoin Demi Mewujudkan Impian Keliling Dunia

Kisah Inspiratif: Wanita Asal Brasil Menabung Bitcoin Demi Mewujudkan Impian Keliling Dunia Bitcoin tidak lagi sekadar dikenal sebagai aset spekulatif atau instrumen investasi jangka pendek. Bagi sebagian orang, aset kripto terbesar di dunia ini justru dimanfaatkan sebagai alat menabung alternatif untuk mencapai tujuan hidup tertentu. Salah satu kisah menarik datang dari seorang wanita asal Brasil bernama Ana , yang memilih menyimpan tabungannya dalam bentuk Bitcoin (BTC) demi mewujudkan impiannya berkeliling dunia. Ana yang berprofesi sebagai desainer grafis mengungkapkan bahwa keputusannya menabung menggunakan Bitcoin bukan semata mengikuti tren. Baginya, Bitcoin justru menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan gaya hidup modern, terutama bagi seseorang yang memiliki rencana perjalanan lintas negara. Bitcoin sebagai Sarana Menabung Perjalanan Dalam keterangannya yang dikutip dari laman Azteco , Ana menjelaskan bahwa ia secara rutin menyisihkan pen...

Inovasi Unik di Brasil: Pergerakan Harga Bitcoin Diubah Menjadi Musik Orkestra

Inovasi Unik di Brasil: Pergerakan Harga Bitcoin Diubah Menjadi Musik Orkestra Bitcoin dikenal sebagai aset digital dengan pergerakan harga yang dinamis dan sering kali sulit diprediksi. Namun di Brasil, volatilitas Bitcoin justru menjadi sumber inspirasi bagi sebuah proyek seni yang tidak biasa. Melalui pendekatan kreatif, data harga Bitcoin (BTC) akan diterjemahkan menjadi musik orkestra , menggabungkan dunia teknologi finansial dengan seni pertunjukan. Proyek ini bertujuan untuk menghadirkan cara baru dalam memahami pasar kripto. Alih-alih melihat grafik dan angka di layar, audiens diajak merasakan fluktuasi harga Bitcoin melalui komposisi musik yang dimainkan secara langsung oleh sebuah orkestra. Mengubah Data Pasar Menjadi Karya Seni Inisiatif ini merupakan proyek seni eksperimental yang memanfaatkan data harga Bitcoin secara real-time sebagai dasar penciptaan musik. Setiap perubahan harga, baik kenaikan maupun penurunan, akan memengaruhi elemen musikal seperti melod...